Menyusuri Salutiwo: Pengabdian Dalam Keheningan Desa
Pada akhir pekan yang cerah tepatnya pada tanggal 21-22 November 2024, saya membersamai tim pengabdian dari Fakultas Peternakan dan Agribisnis Universitas Muhammadiyah Mamuju, memulai perjalanan panjang menuju sebuah desa kecil yang terletak di kecamatan Boneho, tepatnya di Desa Salutiwo. Bersama dosen-dosen yang penuh dedikasi: Bapak Yusuf, Ibu Maryam, dan Ibu Andi Nur Insani kami berangkat dengan tujuan mulia: memberikan pengabdian dan pendampingan kepada masyarakat desa yang mayoritas berprofesi sebagai peternak .
Perjalanan menuju Salutiwo bukanlah perjalanan biasa. Kami menempuh jalan yang jauh dan penuh tantangan. Hujan deras yang mengguyur sepanjang perjalanan membuat jalanan semakin sulit dilalui. Tak jarang kami harus melewati jembatan yang rusak atau menyeberangi sungai dengan hanya mengandalkan papan kayu seadanya. Namun, di tengah tantangan itu, kami merasakan sesuatu yang lebih besar, sebuah harapan yang menyinari setiap langkah kami. Kami tahu bahwa tujuan kami lebih penting daripada segala kesulitan yang harus dihadapi.
Malam Pertama: Menghantarkan Cahaya di Tengah Kegelapan
Setibanya di Salutiwo, kami langsung disambut dengan keramahan warga setempat. Meskipun hujan masih mengguyur, mereka tetap antusias untuk mengikuti acara yang telah kami siapkan. Pada malam pertama, kami mengadakan pengajian agama untuk masyarakat desa. Salutiwo adalah desa yang mayoritas penduduknya bukan Muslim, sehingga komunitas Muslim di sana bisa dihitung dengan jari. Meski demikian, antusiasme mereka untuk hadir dan mengikuti acara ini begitu luar biasa.
Di tengah keheningan malam, kami duduk bersama di sebuah masjid yang bangunannya cukup sederhana ditemani cahaya lampu yang juga tidak terlalu terang. Saya membahas tentang rukun shalat, sebuah hal dasar dalam agama yang ternyata masih minim pemahaman di kalangan mereka. Banyak di antara mereka yang belum sepenuhnya mengerti cara melaksanakan shalat dengan benar, bahkan ada yang belum tahu tata cara berwudhu dengan baik. Namun, apa yang membuat hati kami tersentuh adalah semangat mereka untuk belajar.
“Saya ingin salat saya lebih baik, Ustadz,” kata seorang ibu, matanya penuh harap. “Tolong ajari kami, kami ingin tahu lebih banyak.” Bahkan pak Imam ketika kami berpisah, dia memeluk saya dan memberi pesan :” Mohon pak ustadz, jangan bosan kesini,.kehadiranta’ sangat kami tunggu. Rumah saya, saya siapkan untuk menginap bila Pak ustadz dan teman-teman kelak hadir kembali.
Meskipun peserta yang hadir tidak banyak, sekitar 15 orang saja, keinginan mereka untuk memahami agama dan mendalami shalat begitu besar. Mereka tidak merasa malu untuk bertanya dan belajar, meskipun banyak hal yang baru bagi mereka. Bahkan, ada yang meminta kami untuk kembali lagi dan mengadakan pengajian rutin di desa mereka. Suasana malam itu penuh dengan harapan, dan kami merasakan bahwa apa yang kami lakukan malam itu memberikan sedikit cahaya dalam gelapnya desa.
Keesokan Hari: Berbagi Ilmu untuk Meningkatkan Kesejahteraan
Keesokan harinya, kami memulai kegiatan pengabdian yang lebih teknis. Giliran para dosen peternakan—Bapak Yusuf, Ibu Maryam, dan Ibu Andi Nur Insani untuk memberikan pendampingan kepada warga desa tentang cara beternak yang baik dan efisien. Kami mengajarkan mereka tentang cara membuat mesin penetas telur, serta bagaimana mengolah pakan ternak organik yang murah dan mudah dibuat. Kami tahu, bagi masyarakat Salutiwo, ternak adalah sumber penghidupan utama, dan jika mereka bisa mengelola ternak dengan lebih baik, maka masa depan mereka akan lebih cerah.
Antusiasme warga sangat luar biasa. Mereka datang dari berbagai latar belakang etnis dan agama, dengan semangat untuk belajar. Bahkan, seorang pendeta yang hadir dalam pelatihan itu juga tampak serius mengikuti setiap penjelasan yang diberikan. Meskipun mereka berasal dari berbagai suku dan agama, semangat mereka untuk memperbaiki kehidupan melalui beternak membuat kami merasa sangat terharu.
“Saya baru tahu, ternyata pakan ternak bisa dibuat dari bahan yang mudah didapatkan di sekitar kita,” ujar seorang bapak peternak dengan wajah berseri-seri. “Ini akan sangat membantu kami.”
Kami mengajarkan mereka cara memanfaatkan dedak, rumput, dan sisa makanan untuk membuat pakan ternak yang bernutrisi tinggi. Hal sederhana ini, yang mungkin tak terbayangkan sebelumnya, ternyata bisa menghemat biaya dan meningkatkan kualitas ternak mereka. Kami juga mengajarkan mereka cara menggunakan mesin penetas telur untuk menghasilkan bibit ternak yang lebih baik. Semua informasi ini disambut dengan semangat tinggi.
Beberapa warga bertanya, “Bagaimana kami bisa mengelola ternak kami agar lebih produktif? Bagaimana caranya agar hasil ternak kami meningkat?”
Dengan sabar, kami menjelaskan bahwa peningkatan hasil ternak tidak hanya bergantung pada teknik pemeliharaan yang baik, tetapi juga pada pola pikir yang harus berubah—dari yang hanya sekadar bertahan hidup menjadi yang berusaha untuk berkembang dan menghasilkan lebih banyak. Mereka ingin tahu lebih banyak, ingin memahami bagaimana ilmu yang kami berikan bisa membantu mereka meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga mereka. Mereka bahkan meminta kami untuk kembali memberikan pelatihan lebih lanjut, untuk menggali lebih dalam tentang cara beternak yang baik.
Menginap di Rumah Pak Nurdin: Keheningan yang Menginspirasi
Malamnya, kami menginap di rumah Pak Nurdin, ketua pimpinan cabang Muhammadiyah Bonehau. Rumahnya yang terletak di tengah kebun, diapit oleh sawah dan hutan, memberikan suasana yang sangat tenang dan sejuk. Angin malam yang dingin membuat kami bersyukur memiliki tempat untuk beristirahat setelah seharian penuh dengan kegiatan. Kami sudah mempersiapkan tenda dan selimut untuk mengatasi dinginnya malam, namun suasana yang damai di sekitar rumah Pak Nurdin membuat kami merasa nyaman, seakan alam menyambut kami dengan tangan terbuka.
“Saya sangat bersyukur kalian datang ke desa ini,” kata Pak Nurdin sambil menyuguhkan teh panas dan snack yang cukup nikmat sebagai pembuka obrolan kami. “Ini adalah langkah pertama untuk membawa perubahan di Salutiwo.”
Kami merasa sangat terharu mendengar kata-kata itu. Sebuah perjalanan yang penuh dengan tantangan, baik fisik maupun emosional, namun berbuah hasil yang luar biasa. Bukan hanya ilmu yang kami bagi, tetapi juga semangat dan harapan yang kami bawa untuk mereka.
Penutupan: Harapan untuk Masa Depan yang Lebih Baik
Pengabdian kami di Desa Salutiwo mungkin hanya berlangsung dua hari, tetapi kesan yang kami tinggalkan sangat mendalam. Kami tidak hanya memberikan ilmu tentang agama dan peternakan, tetapi juga menanamkan harapan bagi masa depan yang lebih cerah. Kami melihat masyarakat yang penuh semangat untuk berubah, untuk belajar, dan untuk memperbaiki kehidupan mereka. Dan itu, bagi kami, adalah hadiah yang tak ternilai.
Salutiwo adalah desa kecil, tetapi dengan semangat yang luar biasa. Masyarakatnya mungkin tidak banyak, tetapi mereka memiliki tekad yang besar. Dan kami, dalam perjalanan pengabdian ini, merasa bersyukur bisa menjadi bagian dari kisah perubahan mereka. Kami berjanji akan kembali, bukan hanya untuk memberikan ilmu, tetapi juga untuk menyaksikan bagaimana mereka tumbuh dan berkembang, seiring dengan harapan yang telah mereka tanamkan di hati mereka.
Desa Salutiwo, meski sederhana, telah mengajarkan kami arti pentingnya memberikan sedikit cahaya dalam kegelapan. Karena terkadang, cahaya itu sekalipun kecil dapat menerangi jalan menuju masa depan yang lebih baik.
Furqan Mawardi,
Ketua Lembaga Pengembangan Cabang Ranting Masjid dan Pesantren PWM Sulbar
SUFRI
November 29, 2024 @ 3:40 am
Luar biasa pak ceritanya, Bikin saya terharu dalam membacanya.