Koperasi Desa Merah Putih: Alarm Gagalnya BUMDes?
oleh :Hadi Eka Saputra.SE.M.M
Akademisi Akar Rumput

Mari kita jujur. Banyak BUMDes hari ini hanyalah papan nama, proyek formalitas, dan ladang baru bagi segelintir elite desa. Dilahirkan dengan harapan besar sebagai motor ekonomi desa, BUMDes justru tersandung oleh penyakit lama: manajemen amburadul, minim transparansi, dan sarat kepentingan pribadi. Ketika rakyat bertanya ke mana arah dana desa, BUMDes sering tak mampu menjawab. Inilah titik krisis kepercayaan.
Lalu muncullah Koperasi Desa Merah Putih. Di permukaannya, ini seperti angin segar—mengusung semangat nasionalisme, gotong royong, dan ekonomi berkeadilan. Tapi jika kita telisik lebih dalam, muncul pertanyaan penting: mengapa harus ada koperasi baru jika BUMDes benar-benar berjalan? Koperasi ini bukan sekadar inisiatif, ia adalah sinyal keras: BUMDes telah gagal di banyak tempat.
Kegagalan ini bukan soal format kelembagaan, tapi soal siapa yang menjalankan dan untuk siapa dijalankan. Banyak BUMDes dikuasai oleh lingkaran kecil kekuasaan, menjauh dari semangat partisipatif dan demokratis yang seharusnya menjadi nyawa ekonomi desa. BUMDes seolah-olah dijalankan atas nama rakyat, padahal seringkali hanya untuk memperkaya kroni. Tidak heran bila warga mulai apatis dan enggan terlibat.
Ironisnya, ketika BUMDes macet, tak ada evaluasi mendalam. Yang terjadi justru pembentukan lembaga baru tanpa menutup lubang lama. Koperasi Desa Merah Putih pun rawan jadi korban pengulangan kegagalan yang sama jika hanya digerakkan oleh gimik dan semangat simbolik tanpa pembenahan sistemik. Nasionalisme bukan solusi jika tidak dibarengi integritas.
Kita tidak kekurangan model kelembagaan. Kita kekurangan keteladanan, pengawasan yang serius, dan transparansi yang nyata. Selama pejabat desa lebih sibuk bagi-bagi proyek daripada membangun usaha rakyat, maka koperasi sekalipun akan tumbang. Bahkan koperasi yang lahir dari semangat Merah Putih pun bisa dikorupsi jika dikendalikan dengan mental oportunistik.
Apa yang terjadi hari ini adalah kritik terbuka terhadap kebijakan pembangunan desa. Pemerintah pusat seolah puas dengan angka: sekian ribu BUMDes terbentuk. Tapi siapa yang peduli jika hanya sebagian kecil yang hidup sehat? Kita terlalu lama membiarkan angka menipu kenyataan. Rakyat desa butuh dampak, bukan laporan.
Koperasi Desa Merah Putih bisa jadi koreksi yang tajam terhadap kegagalan BUMDes, tapi itu jika ia dibangun dari bawah—oleh warga, untuk warga, dan diawasi oleh warga. Tanpa itu, ia hanya akan jadi versi baru dari kegagalan lama: wajah berbeda, watak serupa.
Sudah waktunya kita hentikan pembiaran atas kegagalan lembaga ekonomi desa. Jangan biarkan korupsi dibungkus dalam jargon pemberdayaan. Jangan biarkan semangat Merah Putih dijadikan alat legitimasi untuk mengulang kesalahan yang sama. Desa butuh sistem ekonomi yang bersih, bukan sekadar baru.
Bila Koperasi Desa Merah Putih ingin benar-benar menjadi solusi, ia harus memutus rantai kepentingan, mengembalikan kendali kepada rakyat, dan menjadi ruang di mana kejujuran dan profesionalisme tumbuh. Jika tidak, ia akan tinggal nama, seperti banyak BUMDes hari ini—mati pelan-pelan dalam diam rakyat yang kecewa.