KEKELIRUAN 21 APRIL
oleh : IMMawati Riswana

Tanggal 21 April sudah ditetapkan menjadi satu hari khusus untuk mengenang sosok seorang perempuan yang berkat pemikirannya membawa pengaruh begitu besar kepada generasi perempuan. Mengapa 21 April dikhususkan untuk mengenang sosok R.A.Kartini bukanlah karena memiliki ciri khas perempuan yang berkonde’ dengan dibalut kebaya yang anggung, bukan pula seorang pahlawan yang ikut angkat senjata dalam mengusir penjajah akan tetapi, berkat kecerdasan pemikirannya sehingga dapat mencerahkan perjuangan pergerakan perempuan yang dewasa sekarang ini dapat kita lihat bagaimana perempuan duduk didepan laptop bersebelahan dengan laki-laki.
Kecerdasan pemikiran serta perjuangannya dalam memperjuangkan hak perempuan maka terkhusus 21 April menjadi salah satu momentum hari besar untuk mengenang R.A.Kartini. Namun, mirisnya yang terjadi di masyarakat pada momentum perayaan hari Kartini hanya bersifat seremonial yang dirangkaikan dengan penampilan busana berkebaya, masak-masak, dan kegiatan lainnya yang secara tidak langsung mengakui bahwa sosok perempuan hanya bisa bergerak pada wilayah domestik. Dalam buku Sarinah yang ditulis oleh Ir. Sukarno menyebutkan bahwa perjuangan pergerakan perempuan sudah sampai pada tiga tingkatan, yang pertama gerakan untuk menyempurnakan keperempuanan, kedua pergerakan feminisme, dan yang ketiga pergerakan sosialisme dan di Indonesia barulah sampai pada tingkatan yang pertama yang dalam pidatonya sering menyebut main putri-putrian. Kekeliruan dalam mengenang hari kartini menjadi langkah untuk membudayakan patriarki sehingga sangat mencederai perlawanan yang dilakukan kartini pada masa itu dalam mewujudkan hak-hak perempuan.
Era 5.0 seperti sekarang ini kecanggihan teknologi sudah berkembang begitu pesat manusia serba dipermudah dalam berbagai urusan, akan tetapi kita masih banyak menemukan masyarakat yang mengalami kemiskinan ekonomi yang berdampak pada kesulitan memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pendidikan, tempat tinggal, kesehatan, dan lain-lain. Penyebab utama permasalahan tersebut karena kurangnya nilai-nilai yang dimiliki seorang perempuan sebagai madrasahtul ula bagi generasi nya. Tentu sudah sering kita mendengar bahwa jika ingin menghancurkan suatu peradaban maka hancurkan kaum perempuannya karena, sosok perempuan bisa mendobrak peradaban jika memiliki kualitas pendidikan dan kemampuan berpikir yang baik dalam membentuk generasi yang cerdas, tangguh, dan berdaya.
Ironisnya kondisi perempuan di era moderen ini sangat jauh dari apa yang diharapkan sebagai madrasatul ula. Tanggal 21 April yang disebut hari kartini seharusnya kita kenang dengan mengkaji berbagai hasil pemikiran kartini yang mengusahakan agar hak-hak perempuan bisa terpenuhi justru malah melakukan kegiatan yang menumbuh suburkan budaya patriarki yang membelenggu kaum perempuan dalam keterbatasan. Selama cara berpikir kaum perempuan hanya ingin menyempurnakan keperempuannya yang bersifat domestik maka kondisi masyarakat tidak akan pernah bisa berubah bahkan keterbelakangan akan terus menggerogoti.
Tentunya dalam upaya mencerahkan mindset masyarakat mengenai pentingnya perempuan yang berpendidikan dan terdidik tidaklah mudah sama dengan susahnya kartini melawan budaya feodalisme yang membelenggu dirinya dan perempuan lain pada masa itu. Keoptimisan dan kesadaran dalam usaha menghapus cara berpikir yang keliru ini akan mendapatkan hasil yang diharapkan sesuai dalam Q.S Al-Insyirah (94) yang berbunyi sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Ayat ini jugalah yang menginspirasi R. A. Kartini sehingga lahirlah sebuah kalimat yang ditulisnya “habis gelap terbitlah terang.”