Hardiknas, Ombudsman Sulbar Gelar Webinar Pendidikan Nasional

Mamuju,– Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sulawesi Barat menggelar webinar pendidikan nasional dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang jatuh pada tanggal 2 Mei 2025. Webinar bertema “Mendidik Generasi di Tengah Badai Informasi” ini bertujuan untuk membahas tantangan pendidikan di era digital dan mencari solusi untuk menciptakan pendidikan yang berkualitas dan relevan.
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Sulbar, Fajar Sidiq, dalam sambutannya menekankan pentingnya tema webinar tersebut. “Dalam kehidupan sehari-hari, kita dihadapkan pada derasnya arus informasi di media sosial, grup WhatsApp, dan platform digital lainnya. Informasi yang seringkali simpang siur ini menimbulkan kebingungan dan kecemasan, misalnya orang tua yang khawatir anaknya terpapar informasi kesehatan yang keliru, atau guru yang kesulitan menghadapi murid yang lebih percaya pada informasi TikTok daripada buku pelajaran,” ujar Fajar.
Fajar menambahkan bahwa tantangan ini semakin kompleks, terutama dalam konteks pelayanan publik, khususnya pendidikan. Ketimpangan akses internet antara daerah perkotaan dan pedesaan menciptakan ketidakadilan dalam layanan pendidikan.
“Ombudsman RI Sulbar memandang negara, melalui dinas pendidikan, sekolah, dan para pendidik, wajib memastikan setiap anak Indonesia berhak atas pendidikan yang terjangkau, berkualitas, dan relevan dengan zaman,” tegasnya.
Webinar ini menghadirkan narasumber terkemuka, antara lain Mokhammad Najih, S.H., M.Hum, Ph.D., Ketua Ombudsman Republik Indonesia; Profesor Dr. Firdaus Muhammad, MA, Pakar Dakwah dan Komunikasi Islam Kontemporer; dan Sahril S.Pd.I., M.Pd., Rektor Universitas Tomakaka Mamuju. Webinar diikuti oleh 80 peserta dari berbagai latar belakang, termasuk guru, mahasiswa, dan masyarakat umum.
Fajar Sidiq juga menyoroti temuan Ombudsman RI Sulbar terkait maladministrasi di bidang pendidikan, seperti pungutan liar berkedok sumbangan dan layanan guru honorer yang tidak layak. Ia mengajak semua pihak, termasuk orang tua, pendidik, akademisi, dan pengawas layanan publik, untuk bertanggung jawab dalam memperbaiki layanan pendidikan.
“Pendidikan harus menjadi tameng, bukan korban, dari badai informasi yang menyesatkan,” tutupnya.