Dinamika Perempuan Berkemajuan
Oleh: Muh. Tahir
(Catatan Milad 108 & Muspinwil I ‘Aisyiyah Sulbar, 10–12 Mei 2025 di Unimaju)

Di tengah arus modernisasi dan disrupsi sosial yang terus bergerak cepat, perempuan Sulawesi Barat dihadapkan pada tantangan ganda: menjaga identitas budaya lokal sekaligus beradaptasi dengan tuntutan zaman. Dalam konteks ini, gagasan tentang “berdinamika sebagai perempuan berkemajuan dan berkeadilan” menjadi semakin relevan—bukan sekadar slogan retoris, melainkan sebagai gerakan nyata yang perlu dibumikan secara strategis dan spiritual.
Kata berdinamika bukanlah konsep pasif. Ia menyiratkan semangat untuk terus berubah, bergerak, dan bertransformasi dalam berbagai ranah kehidupan—sosial, ekonomi, spiritual, dan budaya. Dalam tradisi Islam, dinamika perempuan bukanlah hal baru. Tokoh-tokoh seperti Khadijah, Aisyah, dan Nusaibah telah menunjukkan peran progresif perempuan dalam sejarah peradaban Islam sejak masa awal.
Sementara itu, konsep berkemajuan mencerminkan karakter perempuan yang kritis, berpendidikan, mandiri, dan kontributif terhadap masyarakat. Adapun berkeadilan menuntut adanya ruang dan akses yang setara bagi perempuan dalam memperoleh hak pendidikan, ekonomi, politik, serta keamanan sosial. Keduanya merupakan prinsip yang saling menguatkan dan tidak bisa dipisahkan.
Di Sulawesi Barat, khususnya dalam masyarakat Mandar, nilai lokal seperti malaqbi’ (keadaban luhur) sejatinya sangat mendukung prinsip keadilan gender. Namun demikian, implementasinya masih sering terhambat oleh struktur sosial patriarkal yang membatasi peran perempuan di ruang publik.
Islam sebagai agama rahmat memuliakan perempuan dan memberikan hak serta kewajiban setara bagi laki-laki dan perempuan. Firman Allah SWT:
“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga dan mereka tidak akan dizalimi sedikit pun.” (QS. An-Nisa: 124)
Dalam hadis, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Perempuan adalah saudara kandung laki-laki.” (HR. Abu Dawud)
Ayat dan hadis ini memberikan dasar teologis bahwa gerakan perempuan bukanlah bentuk pembangkangan terhadap ajaran agama, melainkan justru pengejawantahan dari nilai-nilai Islam yang otentik.
Untuk mewujudkan perempuan yang berkemajuan dan berkeadilan di Sulawesi Barat, dibutuhkan langkah konkret di berbagai bidang, antara lain:
- Bidang Pendidikan: Perluasan beasiswa dan literasi digital bagi perempuan, khususnya di komunitas berbasis masjid dan taman kanak-kanak.
- Bidang Ekonomi: Pemberdayaan UMKM perempuan melalui pelatihan manajemen usaha, digitalisasi, serta akses permodalan berbasis syariah. Kolaborasi strategis dapat dilakukan bersama Lazismu dan Aisyiyah.
- Bidang Sosial Budaya: Revitalisasi nilai malaqbi’ dalam relasi sosial agar perempuan lebih dihargai dan dilibatkan dalam musyawarah serta komunitas lokal.
- Bidang Kepemimpinan: Penguatan kaderisasi perempuan muda dari Amal Usaha Muhammadiyah, Ortom, dan kampus untuk tampil di ruang publik, termasuk lembaga pemerintah dan arena dakwah.
Pemikiran ini sejalan dengan kajian literatur yang telah dilakukan. Nasaruddin Umar dalam Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-Qur’an menegaskan pentingnya meninjau ulang tafsir-tafsir yang bias gender melalui pendekatan humanis-transendental. Amina Wadud dalam Qur’an and Woman menunjukkan bahwa pembacaan ulang terhadap ayat-ayat gender dapat melahirkan paradigma keadilan substantif. Sementara itu, jurnal Fauzia (2020) menyimpulkan bahwa filantropi Islam dapat menjadi sarana efektif dalam memperkuat ekonomi perempuan secara struktural.
Transformasi perempuan Sulawesi Barat sejatinya adalah bagian dari transformasi masyarakat secara keseluruhan. Tak akan pernah lahir masyarakat madani tanpa partisipasi aktif dan setara dari kaum perempuan. Oleh karena itu, gerakan berdinamika menuju perempuan berkemajuan dan berkeadilan adalah panggilan zaman—yang harus dijawab dengan niat tulus, strategi matang, dan aksi nyata.