Angin Segar Ekonomi Indonesia di Awal Tahun
Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
PEREKONOMIAN Indonesia mampu kembali menunjukkan resiliensi di tengah dinamika perekonomian global dan proses pemulihan pascapandemi. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I tahun 2023 telah berhasil tumbuh sebesar 5,03% secara tahunan, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2022 sebesar 5,01%.
Capaian tersebut menegaskan bahwa ekonomi Indonesia secara konsisten telah berhasil tumbuh di atas 5% selama enam triwulan berturut-turut sejak triwulan IV – 2021. Kendati ekonomi tumbuh positif, beberapa indikator ekonomi masih terus memerlukan perbaikan untuk ke depan.
Pertumbuhan ekonomi kuartal I-2023 ditopang oleh aktivitas konsumsi masyarakat. Data BPS menunjukkan bahwa konsumsi rumah tangga masih menjadi kontributor utama dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia. Data BPS mencatat bahwa konsumsi rumah tangga pada kuartal I – 2023 tumbuh 4,54%.
Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan pada kuartal yang sama tahun 2022 yang hanya sebesar 4,34%. Hal ini menunjukkan bahwa komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga terus mengalami pertumbuhan.
Adapun pertumbuhan konsumsi rumah tangga tertinggi terjadi pada transportasi dan komunikasi yang tercermin dari peningkatan penjualan sepeda motor dan kenaikan penumpang baik darat, laut, maupun udara yang seluruhnya mencerminkan adanya peningkatan mobilitas masyarakat pasca pandemi.
Kontribusi besar konsumsi rumah tangga tak lepas dari wujud keberhasilan peran serta APBN yang berperan penting sebagai shock absorber dalam meredam tekanan inflasi global maupun dalam mendorong penguatan aktivitas ekonomi. Dominasi konsumsi rumah tangga terhadap pertumbuhan ekonomi mencerminkan terjaganya penguatan daya beli masyarakat yang ditopang oleh stabilitas harga di dalam negeri, serta meningkatnya pendapatan masyarakat seiring dengan keberlanjutan penciptaan lapangan kerja.
Pada sisi produksi, Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 15,93 %. Selain itu, sektor primer pun juga menunjukkan pertumbuhan positif. Sektor pertanian tumbuh relatif moderat sebesar 0,3% (yoy), salah satunya disebabkan oleh pergeseran masa panen ke kuartal II akibat perubahan cuaca.
Sementara itu, sub-sektor tanaman perkebunan tumbuh sebesar 4,7% sejalan dengan tingginya permintaan komoditas sawit. Sektor pertambangan masih tumbuh kuat sebesar 4,9% di tengah moderasi harga komoditas global.
Berkaca pada kinerja perekonomian nasional yang terus membaik dan menunjukkan resiliensi – baik dari sisi konsumsi maupun produksi – maka bukan hal yang mustahil bila kinerja pertumbuhan ekonomi tahun 2023 diperkirakan masih cukup menjanjikan di tengah perlambatan ekonomi global. Resiliensi tingkat pertumbuhan ekonomi hingga triwulan I menjadi indikasi kuat bahwa daya tahan perekonomian nasional dalam menghadapi tekanan global terus membaik.
Pertumbuhan ekonomi juga semakin berkualitas, sebagaimana tercermin pada konsistensi penurunan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Indikator dini juga masih menunjukkan keberlanjutan tren tersebut. Indeks PMI Manufaktur nasional April 2023 masih menguat ke level 52,7 dan konsisten berada pada zona ekspansi di sepanjang tahun 2023.
Mendorong Peran Aktif Belanja Daerah
Pengeluaran pemerintah merupakan faktor yang memilki peranan besar dalam pertumbuhan ekonomi. Terbukti, pengeluaran peemrintah melalui percepatan penyerapan belanja APBN, khususnya Bantuan Operasional Sekolah (BOS), telah berhasil mendorong pertumbuhan konsumsi pemerintah di triwulan 2023 ini. Komponen belanja APBN yang termasuk ke dalam konsumsi pemerintah, seperti belanja barang tumbuh tinggi sebesar 36,4% serta belanja pegawai tumbuh 1,2%.
Sejatinya pengeluaran pemerintah tak hanya bertumpu pada pemerintah pusat melalui belanja APBN semata, melainkan juga perlu adanya keterlibatan peran aktif daerah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Peran pemerintah daerah melalui alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) perlu didorong dalam mempercepat belanja daerah guna menggerakan perekonomian. Hal inikarena percepatan realisasi belanja daerah diyakin dapat memberikan efek berganda (multiplier effect) untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
APBD sebagai instrumen fiskal memiliki fungsi strategis dalam peningkatan daya beli masyarakat. Belanja APBD memiliki fungsi stabilisasi untuk mempertahankan daya beli dan tingkat konsumsi masyarakat, di mana konsumsi domestik merupakan tulang punggung dari ekonomi nasional.
Selain itu, alokasi APBD yang berorientasi pada penciptaan lapangan kerja juga menjadi penting, seiring dengan tren pertumbuhan penduduk khususnya usia produktif yang semakin tinggi. Pertumbuhan populasi tanpa disertai dengan ketersediaan kesempatan kerja hanya akan menjadi bencana demografi sehingga pertumbuhan penduduk justru berdampak pada penurunan daya beli masyarakat. Oleh sebab itu, alokasi APBD pada belanja produktif perlu menjadi prioritas pemerintah daerah.
Urgensi Efisiensi Biaya Logistik
Selain mendorong konsumsi masyarakat, pemerintah juga perlu fokus pada penurunan biaya logistik yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi 2023. Sistem Logistik Nasional (Sislognas) yang efektif dan efisien menjadi salah satu penggerak utama bagi kemajuan dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Selain itu, di tengah persaingan ekonomi global yang semakin tinggi, Sislognas yang berkualitas dapat menjadi nilai tambah bagi daya saing Indonesia di kancah perekonomian global. Sistem logistik tersebut tentunya berkaitan dengan jaringan infrastruktur transportasi dan informasi serta kebijakan dan regulasi yang dibangun pemerintah. Artinya, semakin baik sistem logistik yang ada, maka semakin efisien biaya logistik.
Pasalnya, Data Kementerian Keuangan mencatat bahwa biaya logistik Indonesia tahun 2020 di menjadi yang termahal di kawasan ASEAN, yakni mencapai 23,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) yang sebagian besar (8,5%) disumbangkan oleh transportasi darat.
Alhasil, tingginya biaya logistik di Indonesia tersebut membuat daya saing produk Indonesia kurang maksimal ketika menghadapi persaingan dengan produk impor. Pada kondisi inilah terjadi “dead weight loss” karena konsumen membeli terlalu mahal, sehingga produksi tidak optimal.
Selama ini, secara spasial struktur pertumbuhan ekonomi Indonesia ini masih didominasi oleh Pulau Jawa dan Sumatra. Terbaru, data BPS mencatat bahwa kelompok provinsi di Pulau Jawa pada triwulan I-2023 masih memimpin struktur ekonomi Indonesia secara spasial dengan peranan sebesar 57,17 %.
DKI Jakarta merupakan wilayah di Pulau Jawa yang memberikan share terbesar yakni 1,40% dari total pertumbuhan pulau Jawa sebesar 4,79%. Diikuti Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah dengan masing-masing share sebesar 1,24%, 1,14% dan 0,76%.
Selain itu, data BPS menyebutkan bahwa Pulau Sumatra menjadi penyumbang terbesar kedua terhadap pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal I-2023 setelah Jawa dengan distribusi sebesar 21,92%. Adapun pertumbuhan ekonomi di pulau tersebut mencapai 4,79%.
Ketimpangan ekonomi antara Wilayah Barat dan Wilayah Timur Indonesia begitu besar. Salah satu penyebabnya – selain pendapatan masyarakat yang tak merata – ialah harga-harga barang di wilayah timur Indonesia yang jauh lebih mahal dibandingkan harga di wilayah barat Indonesia. Disparitas harga antara wilayah Barat dan Timur pun tak terhindarkan akibat biaya logistik yang masih relatif lebih tinggi di Wilayah Timur Indonesia.
Selama ini, Wilayah Timur Indonesia hanya menyumbang sekitar 15% – 20% total volume barang di Indonesia.
Efisiensi biaya logistik adalah kunci untuk memperbaiki iklim investasi dan meningkatkan daya saing perekonomian nasional yang selanjutnya berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Demi meningkatkan performa logistik di Indonesia – selain memprioritaskan pembangunan infrastruktur konektivitas sebagai upaya pengurangan biaya logistik – upaya lain yang juga perlu diperhatikan pemerintah dalam meningkatkan daya saing usaha dan perekonomian nasional adalah dengan menumbuhkan pusat-pusat ekonomi yang baru khususnya di Wilayah Timur Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi di wilayah baru akan meningkatkan keseimbangan muatan antar wilayah yang berpotensi menurunkan biaya transportasi dan logistik. Semoga.